Melanjutkan pengalaman naik angkutan umum, tahun ketiga saya bekerja di daerah bandara. Praktis motor dibawa ke tempat baru ini karena kendaraan umum susah sekali ditemui dan tidak ada akses yang cepat untuk masuk ke wilayah perkantoran di dalam bandara selain angkutan umum sejenis shuttle yang jam berangkatnya tidak pasti. Naik motor menjadi alternatif terbaik agar cepat dan tidak ribet sampai di kantor.

Ketika masih single, weekend adalah hari berkumpul dengan teman-teman. Kos yang menjadi basecamp waktu itu ada di Setiabudi. Saya menempuh perjalanan panjang cukup lama menggunakan KRL. Namun jika dibandingkan dengan naik bus, KRL relatif memudahkan karena kos saya dekat dengan stasiun. Dimulai dari parkir motor di Stasiun Tangerang lalu naik sampe Stasiun Duri. Kemudian transit naik KRL jurusan Jatinegara-Bogor yang melewati Stasiun Sudirman. Dari Sudirman jalan kaki sampai Setiabudi. Mungkin sekali jalan dari Tangerang ke Setiabudi bisa sampai 2 jam perjalanan. Itulah kadang yang membuat perjalanan ke kota terasa penuh halang rintang 😅.

Sesekali saya berkunjung ke rumah kakak di Cikeas. Itu perjalanan dari barat ke timur yang cukup effort. Dulu ketika masih kos di belakang bandara saya naik bis Damri dong dari terminal di bandara. Setelah pindah ke Kota Tangerang saya ke Cikeas dengan cara seperti rute tadi tapi dari Stasiun Sudirman naik Kopaja 19 ke Plasa Semanggi lalu lanjut bis Mayasari Bakti jurusan Cileungsi. Kadang kalau sudah menempuh perjalanan seperti itu lalu di bis ada pengamen yang menyanyikan lagu dengan syahdu rasanya bawaannya mellow deh. Semacam kenapa aku ada di sini, sendirian, jauh dari siapa-siapa, agak lebay si, tapi itulah adanya 😅. Sampai di Cikeas rasanya super capek deh 😆.

Pernah di beberapa bulan sebelum menikah saya kontrak di daerah Ciputat dekat Bintaro. Rutenya lebih ekstrim lagi kalau mau ke Cikeas. Dari kontrakan naik angkot atau motor ke Stasiun Sudimara atau Jurangmangu. Naik KRL jurusan Serpong-Tanah Abang turun di Tanah Abang. Turun Sudirman, naik Kopaja 19 ke Plasa Semanggi. Lalu naik Mayasari Bakti ke Cikeas. Yang bikin usaha adalah naik bis dari Tanah Abangnya karena harus bergumul dengan emak-emak dengan bawaan segambreng. Pernah bapak ibu sedang berkunjung ke kontrakan di Jakarta dan diantar suami ke Cikeas. Pulang-pulang mas bojo cerita kalau mereka tegang sepanjang perjalanan dan bolak-balik komentar kalau saya kasihan hidup di Jakarta dengan kondisi jalanan dan transportasi yang jauh kemana-mana, hahaha. Setelah itu mereka ngga pernah ke Jakarta sama sekali, ngga enak katanya 😆

Well setelah pindah dari ibukota memang saya tidak pernah berpetualang naik transportasi umum sih. Lebih dikarenakan karena ketika saya pindah, transportasi online sudah menjamur dan mudah diakses dari mana-mana untuk ke mana-mana. Mungkin kalau belum ada transportasi online akan ada tulisan Part Four kali yah 😄. Paling ke Malang dengan bis atau kereta Penataran yang relatif masuk akal jarak tempuh dibandingkan waktu tempuhnya. Jadi petualangan ngangkot ngereta ngebis yang aneh-aneh sudah cukup di masa rantau yang lalu lah ya 😅.
Gegara sekarang udah ada anak kecil di rumah, mulailah berburu lagu anak buat diputerin di TV biar ngga terbiasa pegang-pegang HP. Dari beberapa pengalaman sodara yang punya anak kecil, once mereka dikenalin HP dengan intens, pasti bakal susah banget lepasnya. Karena itu buat si anak kicik kami juga berusaha untuk ngga kenalin dia dengan HP sedari dini. Memang tidak bisa 100 persen, tapi setidaknya berusaha diminimalisir lah.

Yang sekarang sedang jadi idola adalah lagu Johny Yes Papa. Ini pun taunya juga gara-gara keponakan muterin lagu ini di rumah buat Risyad. Walhasil carilah lagu ini di Youtube dan didownload serta diputerin di TV pakai flashdisk. Lumayan buat alternatif tontonan Risyad daripada diputerin si bibik sinetron azab muluk.

Kurang lebih seperti ini liriknya :

Johny, Johny,
Yes papa?
Eating sugar?
No papa.
Telling lies?
No papa.
Open your mouth.
Ha ha ha!

(source : Wikipedia)
Keponakanku datang menginap ke rumah weekend ini. Kebetulan doi mahasiswa semester akhir yang sudah jarang jadwal kuliahnya. Lumayan banget buat nemenin si bibik biar ngga bosen di rumah. Si bibik biar hepi dan ada temen ngobrolnya.

Si keponakan adalah mahasiswi jurusan Bahasa Indonesia. Ada satu lagi keponakan yang ambil jurusan sama tapi baru masuk kuliah. Just wonder sih, apa yang bakal aku hadapi kalau aku memilih jadi mahasiswi jurusan yang sama yah? Mungkin aku akan sangat sering berhubungan dengan majas, karya sastra, istilah kebahasaan semacam diksi dkk yang mengingatkan pelajaran Bahasa Indonesiaku waktu SMA 😆. Pelajaran Bahasa Indonesia waktu itu justru jadi mata pelajaran cukup menegangkan karena guru yang mengajar punya standar cukup tinggi. Sistem pembelajaran dan soal-soalnya sophisticated, Bahasa Indonesia terasa jadi pelajaran yang sama susahnya seperti pelajaran ilmu pasti macam matematika fisika dan kimia 😑.

Sekalipun begitu, ada satu puisi di buku pelajaran Bahasa Indonesia waktu itu yang cukup iconic dan membekas di hati karena isinya menurutku dalam dan patut direnungkan. Di tengah dunia orang dewasa yang saat ini sudah mulai dijalani dan dirasakan asem manisnya, lirik-lirik puisi ini cukup menyentuh dan patut diambil hikmahnya.

Menyesal

oleh: Ali Hasjmi

Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di pagi hari
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta
Ah apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di pagi hari
Menuju arah padang bakti
Akhirnya hari ini menjadi harinya. Ya, hari H si anak kicik dibawa ke Sidoarjo untuk tinggal bersama bapak ibuknya. Hari yang bersejarah mengingat kami sudah 15 bulan tidak tinggal bersama.

Hari ini kami bertiga bersama si bibik dan ibu mertua ke Sidoarjo dalam rangka pindahan. Ibu mertua sengaja ikut untuk mendampingi bibik agar tidak kaget dan mulai terbiasa dengan ritme keseharian kami. Bibik selama ini di rumah ibu mertua dengan squad yang cukup banyak. Ada bapak dan ibu mertua, anak kicik, dua keponakanku yang sudah kuliah, dan ada ART yang datang pagu pulang sore. Pagi siang masih ada ibu mertua dan mbak ART. Malam hari komplit. Masih ada beberapa orang yang bisa bahasa Sasak seperti si bibik. Itu akan sangat berbeda dengan keseharian si bibik nantinya. Aku dan si bapak kerja, si bibik berdua dengan anak kicik sehari-hari.

Kami berangkat jam 10 pagi alhamdulillah lancar. Tapi si bibik mellow bombay waktu pamitan sama dua keponakanku karena selama ini mereka sangat dekat. Begitu sampai rumah di Sidoarjo ibu dan si bibik langsung masak beberes dan ngepel rumah. Sementara aku bertiga kabur ke Super Indo dengan alibi cari beras 😅. Si anak kicik hepi dengan rumah dan suasana baru, alhamdulillah ngga muram.

Anak kicik muteerrrr terus dan dia baru tertidur jam 8 malam. Padahal dari sore baterainya yang tua udah kembang kempis, apalagi setelah mengalami perjalanan panjang berliku dan aktifitas yang cukup menguras energi di rumah. Welcome my boy dan bibik! Semoga si bibik betah dirumah ikut aku yahhhh