Wanita dengan bermacam perubahan fase kehidupan sangat mungkin mengalami perubahan fisik dan mental. Wanita yang dituntut untuk multi tasking, beradaptasi dengan cepat dalam segala keadaan yang sedang dihadapi, dan bermacam pekerjaan rumah ataupun di luar rumah yang harus diselesaikan, memberikan pressure yang nyata bagi seorang wanita.
Mommy wars muncul akibat kurang bijaksananya seorang ibu dalam menyikapi fenomena sesama ibu. Padahal sama-sama seorang ibu, tetapi entah kenapa malah kurang tenggang rasa diantara ibu-ibu pelaku mommy wars tersebut. Tentu siapapun tidak ingin dicap "kurang atau bahkan tidak berusaha" menjalani perannya sebagai seorang ibu. Namun kadang manusia lupa bahwa tiap individu memiliki kadarnya masing-masing. Sungguh tidak bijaksana jika beranggapan apa yang dilakukannya adalah paling benar, dan memberikan komentar-komentar negatif atau bahkan menyalahkan ibu lain yang tidak melakukan hal yang serupa dengannya.
Ya, saya melahirkan melalui SC. Saya mengalami infeksi ketika persalinan dan denyut jantung bayi yang makin cepat membuat dokter obgyn memutuskan untuk menaikkan saya ke meja operasi demi keselamatan kami berdua. Ketika bayi sudah lahir ternyata baru diketahui bahwa tali pusatnya pendek, dan ini tidak bisa diprediksi sebelum kelahiran melalui USG. Tali pusat bayi yang hanya sekitar 15-20 cm tentu akan beresiko tinggi jika dipaksakan untuk dilahirkan secara normal. Semacam bayi saya melakukan bungee jumping, sudah berusaha masuk panggul tapi mental naik lagi. Jadi, saya tidak berkecil hati meskipun saya tidak bisa melahirkan dengan normal. Ini adalah jalan terbaik bagi kami.
Ya, saya mengalami baby blues. Perubahan hormon, perubahan keadaan dari hamil ke newborn baby mom, membuat saya stress. Saya tidak bisa beradaptasi dengan cepat dan enjoy pengalaman baru sebagai ibu baru. Saya menjalani operasi SC dimana saya butuh waktu lebih banyak untuk recovery. Saya panik dan akibatnya sinyal di otak tidak cukup memproduksi ASI.
Ya, saya exclusive pumping mom alias tidak direct breastfeeding alias tidak bisa menyusui bayi secara langsung. ASI saya terbatas karena stress tadi. Saya bermasalah dengan pelekatan, saya tinggal berjauhan dengan bayi, dan saya mengalami mastitis sehingga harus ke dokter bedah beberapa kali dan sampai sekarang masih harus rutin kontrol 6 bulan sekali. Tentu saja saya juga menggunakan susu formula untuk bayi saya karena berat badannya belum kembali normal di usia 3 minggu. Rencana awal yang hanya akan menggunakan sufor di awal-awal berubah seketika menjadi tandem ASI sufor sampai sekarang dengan proporsi ASI lebih sedikit daripada sufor karena setelah mastitis produksi ASI saya terjun bebas. Jangan ditanya asal muasal dan bagaimana rasanya rangkaian hal tersebut, mungkin perlu satu tulisan lagi khusus membahas hal itu. Post labour saya stress luar biasa, ditambah baby blues di awal kelahiran, bukannya happy tapi malah jadi sedih mellow sensi baper ga karuan.
Ya, saya working mom yang bekerja di luar rumah, di mana hal ini bisa menjadi hal yang dilematis ketika sudah menjadi ibu. Dengan kondisi saat ini yang juga masih berjauhan dengan anak kicik, tentu hal tersebut akan menjadi hal yang tidak menyenangkan untuk dijalani. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu dan rencana-rencana yang ingin diraih, tentu saya masih ingin memiliki harapan dan semangat untuk menjalani apa yang saat ini sedang terjadi.
Pada akhirnya parenting adalah sebuah proses, bukan hasil. Proses yang mengharuskan kita untuk terus menerus belajar, trial and error, membaca dan mencari sumber pengetahuan baru, pun sedikit demi sedikit membersamai anak hingga kita kenal seperti apa anak kita dan cara mendidik yang bagaimana yang tepat untuknya. Tidak ada ibu yang sempurna, tapi setidaknya kita berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Apalagi di saat masih punya anak bayik balita seperti ini, mungkin saya bukan siapa-siapa bagi dunia, tapi saya adalah dunia bagi anak saya.
Fighting!
Mommy wars muncul akibat kurang bijaksananya seorang ibu dalam menyikapi fenomena sesama ibu. Padahal sama-sama seorang ibu, tetapi entah kenapa malah kurang tenggang rasa diantara ibu-ibu pelaku mommy wars tersebut. Tentu siapapun tidak ingin dicap "kurang atau bahkan tidak berusaha" menjalani perannya sebagai seorang ibu. Namun kadang manusia lupa bahwa tiap individu memiliki kadarnya masing-masing. Sungguh tidak bijaksana jika beranggapan apa yang dilakukannya adalah paling benar, dan memberikan komentar-komentar negatif atau bahkan menyalahkan ibu lain yang tidak melakukan hal yang serupa dengannya.
Ya, saya melahirkan melalui SC. Saya mengalami infeksi ketika persalinan dan denyut jantung bayi yang makin cepat membuat dokter obgyn memutuskan untuk menaikkan saya ke meja operasi demi keselamatan kami berdua. Ketika bayi sudah lahir ternyata baru diketahui bahwa tali pusatnya pendek, dan ini tidak bisa diprediksi sebelum kelahiran melalui USG. Tali pusat bayi yang hanya sekitar 15-20 cm tentu akan beresiko tinggi jika dipaksakan untuk dilahirkan secara normal. Semacam bayi saya melakukan bungee jumping, sudah berusaha masuk panggul tapi mental naik lagi. Jadi, saya tidak berkecil hati meskipun saya tidak bisa melahirkan dengan normal. Ini adalah jalan terbaik bagi kami.
Ya, saya mengalami baby blues. Perubahan hormon, perubahan keadaan dari hamil ke newborn baby mom, membuat saya stress. Saya tidak bisa beradaptasi dengan cepat dan enjoy pengalaman baru sebagai ibu baru. Saya menjalani operasi SC dimana saya butuh waktu lebih banyak untuk recovery. Saya panik dan akibatnya sinyal di otak tidak cukup memproduksi ASI.
Ya, saya exclusive pumping mom alias tidak direct breastfeeding alias tidak bisa menyusui bayi secara langsung. ASI saya terbatas karena stress tadi. Saya bermasalah dengan pelekatan, saya tinggal berjauhan dengan bayi, dan saya mengalami mastitis sehingga harus ke dokter bedah beberapa kali dan sampai sekarang masih harus rutin kontrol 6 bulan sekali. Tentu saja saya juga menggunakan susu formula untuk bayi saya karena berat badannya belum kembali normal di usia 3 minggu. Rencana awal yang hanya akan menggunakan sufor di awal-awal berubah seketika menjadi tandem ASI sufor sampai sekarang dengan proporsi ASI lebih sedikit daripada sufor karena setelah mastitis produksi ASI saya terjun bebas. Jangan ditanya asal muasal dan bagaimana rasanya rangkaian hal tersebut, mungkin perlu satu tulisan lagi khusus membahas hal itu. Post labour saya stress luar biasa, ditambah baby blues di awal kelahiran, bukannya happy tapi malah jadi sedih mellow sensi baper ga karuan.
Ya, saya working mom yang bekerja di luar rumah, di mana hal ini bisa menjadi hal yang dilematis ketika sudah menjadi ibu. Dengan kondisi saat ini yang juga masih berjauhan dengan anak kicik, tentu hal tersebut akan menjadi hal yang tidak menyenangkan untuk dijalani. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu dan rencana-rencana yang ingin diraih, tentu saya masih ingin memiliki harapan dan semangat untuk menjalani apa yang saat ini sedang terjadi.
Pada akhirnya parenting adalah sebuah proses, bukan hasil. Proses yang mengharuskan kita untuk terus menerus belajar, trial and error, membaca dan mencari sumber pengetahuan baru, pun sedikit demi sedikit membersamai anak hingga kita kenal seperti apa anak kita dan cara mendidik yang bagaimana yang tepat untuknya. Tidak ada ibu yang sempurna, tapi setidaknya kita berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Apalagi di saat masih punya anak bayik balita seperti ini, mungkin saya bukan siapa-siapa bagi dunia, tapi saya adalah dunia bagi anak saya.
Fighting!